Thursday, October 31, 2019

Kosong


Terbawa emosi, termakan waktu
Merenung dalam sepi, berharap dunia merunduk
Mengapa pandangan mataku yang kian meredup?
Terbutakan oleh kesulitan hidup

Terjang Gunung Uhud dan Sinai!

Seruku seraya mendorong pasukan
Tetapi bukanlah puncak yang ku dapat
Karna sarang semut pun tak terdaki

Aku caci mereka yang tak tau diri

Ku beri mereka semua
Mereka terus menghisap ragaku
Dan ku putuskan diam, tak acuhkan jeritan

Bertolak aku kembali

Berbaring di alas yang berduri
Menghiasi tangis dengan senyum
Meratapi kemolekan perkara dunia

Peluh dan keluh membabi buta

Disertai ungkapan babi-babi
Apakah aku adalah babi?
Yang dimakan nafsu dan bermalas diri

Aku tak berleha-leha

Mereka yang cari perkara
Muak aku dengan semua
Apakah aku pergi saja?

Tapi hendak kemana?

Aku tertelan di sini
Bersikeras pergi pun percuma
Hidupku terpatri di sini

Biarlah gelap tetap gelap

Semoga kelak disambangi cahaya
Biarlah sunyi tetap sunyi
Semoga kosong ini segera terhenti

Tuesday, October 15, 2019

Pundakmu Baja Hatimu Berongga


Pundakmu Baja Hatimu Berongga
nashrullah


Ayam berkokok, fajar tiba.
Engkau bangkit menyiapkan sandang dan pangan
Untuk keluargamu dan mungkin juga untuk dirimu

Matahari meninggi engkau semakin lupa diri
Kaki menapaki tempat yang asing.
Berusaha menguatkan orang yang kau cintai
Menitipkan buah hati bersama keresahan hati

Matahari tunduk bangkitlah senja,
Apakah wajahmu pun telah senja?
Tapi tidak dengan tubuhmu
Engkau masih merangkul cobaan dunia

Pundakmu baja,
Tapi hatimu berongga.
Cobaan Tuhan takkan pernah berhenti,
Meski engkau mengeluh tapi Tuhan tau engkau mampu.

Pundakmu baja
Tapi hatimu berongga,
Berteriaklah karena Tuhan tak melarangnya
Tapi jangan sampai menghardik-Nya

Pundakmu baja
Tapi hatimu berongga
Janganlah meresapi sepi karena menyendiri
Manusia terdekatmu adalah kerabatmu
Mereka ciptaan Tuhan memang untuk menguatkanmu

Pundakmu baja
Hatimu berongga
Biarlah air mata mengalir
Berjatuhan membawa duka.

Berjalanlah meski merintih
Tertawalah meski sedih
Karena engkaulah yang Tuhan pilih

Thursday, October 10, 2019

Silaturahim Salah Satu Kunci Rezeki


Oktober 2019, SMA Cendekia Muda mengadakan sidang tertutup sebagai bentuk pertanggung jawaban siswa dalam melakukan projek selama tiga minggu. Tema yang diangkat mengenai projek kali ini adalah "No Poverty and Zero Hunger" didasarkan pada SDGs (Sustainable Development Goals). Pada kesempatan ini, Alhamdulillah, kami ditemani Bapak Parlan, STP., sebagai salah satu dewan penguji. Beliau merupakan asisten dosen Bapak Bambang Nurhadi, STP, M.Sc., Ph.D., dosen ternama Teknologi Pangan UNPAD. Pada projek ini, siswa MIPA diminta untuk berkarya dengan produk makanan.


Di sela-sela kesibukan sebagai penguji, saya dan Pak Parlan, berdiskusi banyak mengenai pangan dan kimia, khususnya keterkaitan antara bahan kimia dengan modifikasi pada bahan pangan. Saya yang saat ini berkecimpung juga di dunia perkelincian bersama CV. Kaboa Pilar Cakrawala mengembangkan beberapa formula yang dapat membantu kelinci lokal tumbuh dengan pesat signifikan dan terhindar dari penyakit juga stress, mendapatkan beberapa ilmu baru dalam modifikasi pangan yang dapat diterapkan pada formula pakan dan menjadi bahan uji yang saya cari selama ini.

Selain itu, beliau juga dengan senang hati membantu dalam riset lebih lanjut pada formula termasuk supply bahan kimia yang cukup sulit ditemukan di pasar bebas. Hal ini tentu menjadi peluang besar untuk saya dalam mengembangkan produk formula.

Pertemuan kami ini tidak hanya melahirkan poin tambah pada siswa SMA Cendekia Muda dalam mengembangkan produk tapi juga saya secara pribadi dalam pengembangan bisnis formula. Siapa sangka, pertemuan singkat kami ini dapat memunculkan ide pada formula dan sebuah kerja sama.

Silaturahim bukan sekedar pertemuan tapi rezeki yang luar biasa jika didalamnya terdapat kalimat yang bermanfaat.





Tuesday, October 8, 2019

MOS 2002 (part-1)





"Ayo kumpul di lapangan sekarang! Acara MOS akan segera dimulai!" Teriak seorang kakak kelas diruangan kami.


Dalam sekejap lorong sekolah menjadi gaduh oleh derap sepatu siswa yang berhamburan keluar dari kelas, ditemani oleh suara riuh membicarakan apa yang akan mereka hadapi di hari pertama MOS (Masa Orientasi Siswa). Saat yang lain tersibukan menuju lapangan, aku masih terduduk menunggu mereka semua keluar dari kelas.

"Kenapa kamu gak ke lapangan?"
"Penuh kak, sempit pintunya, saya nunggu sepi dulu."
"Kalo mau sepi di kuburan! Sana cepet ke lapangan!"

Bawel banget sih!

Tanpa banyak kata aku segera berdiri dan melangkahkan kaki menuju pintu keluar.

"ADUH!" Teriak seorang perempuan.
"Eh, maaf!" Kataku yang tak sengaja menyenggol lengannya.

Dia melihatku dengan tatapan yang tajam lalu pergi begitu saja.

Juteknya, gak sengaja kali.

Tak banyak pikir aku pun menuju lapangan. 

Tiba dilapangan aku langsung ikut berbaris dengan teman sekelasku yang lain, karena tubuhku terukur lebih mungil dibandingkan yang lain maka aku berdiri dibarisan paling depan. Mendengar pidato kepala sekolah, sambutan ketua OSIS, dan ketua MOS selama satu jam sambil ditatap terik matahari membuat kami sangat lelah. Karena hari ini hari pertama masuk sekolah aku berusaha untuk bersemangat mengikuti semua kegiatan, meskipun kemarin aku sudah dibuat repot untuk menyiapkan barang-barang bawaan dengan kode yang aneh, contohnya:

Coklat yang menyeramkan → Coklat Suzana
Minuman Ketua OSIS→ Air Mineral Prim-A (nama ketua OSIS : Prima)


"Terakhir, Kakak ucapkan selamat datang kepada adik-adik semua dan selamat menikmati seluruh kegiatan MOS. Silahkan dipandu kembali oleh kakak pembimbing kelasnya masing-masing. Assalamualaikum."

Kalimat penutup dari ketua acara dijawab dengan penuh semangat oleh seluruh peserta MOS, sepertinya semangat mereka karena berakhirnya masa 'penjemuran' dilapangan bukan karena isi sambutan.

Saat bersiap menuju kelas, tak sengaja aku melihat barisan perempuan sekelasku, barisannya terhalang oleh barisan laki-laki yang masih sekelas denganku. Sepertinya aku kenal dengan perempuan yang berdiri di bagian paling depan.

Si Jutek.

Perempuan yang tadi tersenggol ternyata adalah teman satu kelasku.

bersambung